MY COVID-19 STORY (My Treatment & Isolated Journey During Pandemic)

by - 09.40


Akhirnya berhadapan juga saya dengan Covid-19. Dulu saya sempat baca-baca juga sharing beberapa orang yang sempat terkena Covid, ada yang sembuh, ada juga yang tak terselamatkan, kebanyakan sih orang tua yang sudah berumur ya, apalagi kalau ada komorbid, jadi make sure kalau kita sayang orang tua kita, keluarga kita, please diam dirumah kalau ga perlu-perlu banget, tahan diri untuk sekedar ngopi cantik, dan patuhi protokol kesehatan.

Yang perlu kita ketahui adalah bahwa Covid-19 ini benar-benar real, bukan sesuatu yang perlu kita takutkan berlebihan sampai membuat stress, namun bukan juga sesuatu yang bisa kita anggap enteng begitu saja. Awal mula saya cemas dengan Covid-19 yakni pada hari minggu pagi tanggal 14 Februari dimana 2 hari setelah Imlek. Tanggal 12 Februari, saya merayakan Imlek bersama keluarga saya, tidak berkeliling kemana-mana, hanya di rumah orang tua saya & mengunjungi tempat mertua saya.

Kebetulan saya tinggal di Banjarbaru, beda rumah dengan orang tua saya namun masih dekat & satu daerah Banjarbaru. Sedangkan mertua saya tinggal di Banjarmasin, berbeda kota & kurang lebih 1 jam perjalanan untuk ke tempat mertua saya. Karena saya tau bahwa orang tua saya tidak bepergian kemana-mana, dan mertua saya juga bukan tipe yang suka jalan-jalan melainkan hanya pulang pergi toko saja untuk berjualan, ditambah mereka patuh protokol kesehatan juga, jadi ya saya yakin kalau we are safe & kami pun memang sudah biasa berkunjung seminggu sekali ke tempat orang tua. 

So, imlek tahun ini ya seperti biasa saja, tidak ada yang khusus atau berbeda. Ibaratnya imlek atau tidak imlek pun ya kami memang sudah biasa mengunjungi tempat orang tua kami. Walaupun imlek tahun-tahun kemarin masih lebih meriah karena kami bisa berkeliling ke tempat saudara, dan keluarga yang lain.

*** 

Sesampainya di tempat mertua saya, saya ada merasa sedikit parno karena mertua saya ada batuk-batuk. Ketika ditanya, ya mungkin karena efek makan kue-kue imlek yang terlalu manis dan bermentega. Walaupun suami sempat heran, baru makan sedikit kok bisa langsung batuk, terkecuali memang makan banyak ya~ Okay, sampai disini saya juga positif thinking kalau memang batuk biasa & bukan covid. Bdw, orang sekarang kalau dengar batuk itu menakutkan banget, kayak wah lu covid nih huhu~ Karena namanya imlek ya, otomatis kita sekeluarga makan bersama, icip-icip kue di meja, ada tradisi pai juga dengan orang tua, dan cipika-cipiki yang otomatis ya lepas masker juga ya, namanya serumah gitu dan sama keluarga inti sendiri. 

Saat imlek itu, tenggorokan saya juga sudah mulai agak kurang nyaman, belum sakit atau radang, namun sedikit terasa ada yang mengganjal. Sampai disini saya masih positif thinking, dan makan seperti biasa, kue-kue juga masih saya makan namun tidak berlebihan. Kalau kata orang, setahun sekali lah ya gpp, kapan lagi kan makan-makanan khas imlek & kue-kue imlek yang enak-enak.  Malam harinya, suami saya bertemu dengan temannya yang memang sudah biasa juga ditemuinya saat kami ke Banjarmasin. 

Besok paginya tanggal 13 Februari, saya sekeluarga, suami dan baby saya pulang ke Banjarbaru & beraktivitas seperti biasa. Subuh hari tanggal 14 Februari, saya terbangun dari tidur karena mendengar suami saya sedang bertelpon dengan temannya yang di temuinya malam hari ketika imlek kemarin. Disini saya sempat bingung, telpon sama siapa sih suami saya subuh-subuh pula jam 3 pagi, ga pernah dan agak aneh aja. Saya kira suami saya halu, atau ngigo gitu tapi pas saya dengar pembicaraannya terlihat nyambung dan serius. 

Akhirnya saya ke toilet untuk pipis & ga mendengar lebih lanjut pembicaraan suami saya. Sewaktu balik ke kamar lagi, saya tanyalah suami saya karena memang suami saya bangun dari tidur dan tidak terlihat mengantuk. Siapa tadi yang telpon? Lalu cerita lah suami saya, "Tadi, si A telpon (A ini teman yang ditemui suami saya kemarin pas imlek malam harinya) dia bilang keluarga ibunya si A ada yang Positif Covid-19, keluarga ibunya si A ini ada kerumah si A saat malam imlek acara makan keluarga. Lalu saya terkejut dong ya, dimana suami saya ada kontak dengan si A. Alhasil si A dan keluarganya pagi itu juga langsung untuk swab test antigen untuk memastikan.

Suami saya sampai disini juga kepikiran sih & kami sampai paginya ga bisa tidur, karena memang dia ada kontak dengan si A. Belum lagi kami memikirkan baby kami, dan karantina nanti gimana. Kata suami saya, dia akan swab test antigen setelah melihat hasil test si A. Bila si A positif, ada kemungkinan suami saya positif covid-19 & saya juga kemungkinan positif covid-19. Siang harinya, si A  memberi kabar kalau hasil swab test antigennya adalah Positif. Bahkan, satu rumah keluarganya juga Positif Covid-19,  yang negatif cuma keponakannya yang masih balita. Blek, dari sini pikiran saya udah mulai kacau, ga tenang, dan kaya tersugesti aja gitu, tau kan ya yang namanya penyakit karena kepikiran, yang sebenarnya ga ada lalu aja di ada-adain. That is true! Yang tadinya imun kita bagus-bagus aja nih, eh kedengar kabar begitu seketika berasa down dan kayak lemes parno gitu. 

***

Besok paginya, suami saya langsung ikut swab test antigen juga. Menurut saya antigen ini udah cukup akurat ya, karena hampir sama dengan PCR, cuma memang lebih bagus PCR ya, terlebih kalau kalian punya budget lebih. PCR is the best karena PCR itu dia ada ambil sampel di tenggorokan juga, jadi lebih lengkap, detil, dan lebih disarankan kalau kalian mau screening covid juga. Karena kami belum ada gejala, dan tubuh rasanya seperti biasa normal, akhirnya kami pilih swab test antigen saja. Lebih budget friendly untuk keluarga kami, dan hasilnya juga akurat. 

Sebelum suami saya swab test antigen, kami juga ada berkabar dengan orang tua/mertua untuk tidak saling mengunjungi dan bertemu dulu untuk sementara waktu. Siang harinya, hasil swab test antigen suami saya dinyatakan negatif. Disini saya sudah mulai tenang, lega, dan pikiran sudah tidak terlalu menghantui lah ya haha~ But, apakah sudah berakhir? Tidak semudah itu ferguso! 

***

Beberapa hari kemudian, tanggal 16 Februari, mertua saya video call seperti biasa & kami memang sering video call karena beliau mau melihat cucunya (baby kami). Waktu itu, beliau ada cerita tentang keluhan kesehatannya, seperti ga enak badan dan meriang. Sampai disini, suami saya langsung menyuruh mamahnya (mertua saya) untuk swab test antigen, karena memang dari imlek kemarin beliau ada batuk-batuk. Namun, ya tau lah ya biasa orang tua kadang suka males & susah percaya, dibilang sama aja positif atau negatif yang penting jaga imun masing-masing. Menurut saya sih, justru kita tes itu biar kita ga was-was covid apa bukan nih, dan kalau memangnya kita positif ya it's okay kita juga dapat penanganan yang tepat & obat yang sesuai. Jadi ga asal minum obat, dan menerawang gitu loh hehe~ 

Selang 2 hari kemudian, kami video call lagi dan cerita lagi nih mertua saya kalau beliau demam, dan badannya panas gitu. Fix, disini saya agak khawatir juga kalau covid karena memang gejala covid ya, dan suami saya tanya lagi gimana kondisi papah, ternyata ya papahnya suami saya juga ga enak badan & demam juga. Akhirnya, suami saya buka suara lagi mending swab test antigen aja, daripada begini ga jelas bukannya membaik tapi malah memburuk. 

Alhasil, besoknya mertua saya mau untuk swab test antigen. Masalahnya bukan sekedar hasil test positif/negatif aja, tapi covid ini kan virus, kita ga tau virus ini di dalam tubuh kita gimana & kalau kita terlambat atau kita ga aware atau mengabaikan gejala yang ada, bukan mustahil kalau membahayakan diri kita juga. So, itu yang ada dipikiran saya waktu itu.  

Balik lagi dengan kondisi saya, 2 hari sebelum mertua saya video call, tanggal 16 Februari, saya juga ada gejala batuk & pilek. Terlebih hari itu rasanya tubuh saya terasa dingin, incase saya kedinginan & sudah pakai selimut pun tetap ngerasa dingin. Badan rasa sakit plus pegal, saya pikir paling kelelahan karena urus baby plus gendong ya~ Saya masih positif thinking kalau bukan covid, namun ya karena mendengar kabar mamahnya suami saya demam, ya saya agak kepikiran juga ya, secara memang kita ada kontak & ketemu sekeluarga pas imlek kemarin hehe~ 

***

Hari jumat pagi tanggal 19 Februari, saya dapat kabar kalau mertua saya dinyatakan Positif Covid-19 oleh hasil swab test antigen. Akhirnya papahnya suami saya juga swab test antigen, dan hasilnya juga Positif. Sampai disini, saya udah ga bisa positif thinking lagi ya, karena memang saya was-was juga, terlebih saya sempat ada batuk pilek 2 hari sebelumnya & badan terasa meriang, walaupun besoknya badan saya udah terasa membaik & normal. Pagi hari jumat tanggal 19 Februari, disaat yang bersamaan saya ke tempat orang tua saya sebelum tau hasil swab test antigen mertua saya, kondisi tubuh saya waktu itu terasa baik-baik saja, terlebih swab test antigen suami saya juga negatif.  

Yang saya ga notice adalah kalau saya hilang penciuman, sumpah ini paling horor! Saya sadar saya hilang penciuman saat dirumah orang tua saya, dimana suami saya cerita kalau temannya si A sudah hilang penciuman, dan saya langsung iseng ambil minyak kayu putih untuk ngetest penciuman saya. Pas saya deketin minyak kayu putih ke hidung, saya langsung merinding kok saya ga bisa jelas mencium aroma minyak kayu putih, yang kecium hanya wangi mint-mintnya saja. Karena masih belum yakin, saya test lagi, saya ambil parfum & semprot-semprot ke baju saya, dan saya beneran ga bisa jelas mencium aroma parfumnya.

Sebelum saya notice hilang penciuman, baby saya sempat ada pup, yang mana kalau dia pup pasti ada bau ya, dan harusnya saya tau kalau dia pup. But, saya beneran ga tau sama sekali, sampai mamah saya bilang kayaknya dia pup soalnya ada bau & saya waktu itu bilang gak karena memang saya gak ada cium bau pup, selang 1 jam papah saya juga bilang ada bau pup, dan pas saya cek pampersnya, ternyata memang dia pup. Oh god, saya bener-bener ga bisa cium bau pup nya, dan saya ga akan notice hilang penciuman kalau ga pas suami saya iseng cerita. 

Setelah notice hilang penciuman, malamnya saya ada batuk-batuk lagi, dan kayak serem aja gitu, batuknya bisa tiba-tiba datang disaat saya notice hilang penciuman. Saat itu saya langsung google lagi untuk memastikan beberapa gejala covid, separno itu dan bener aja, salah satunya yakni hilang penciuman. Dari situ, badan saya tiba-tiba berasa drop & kurang fit, terlebih saya kepikiran juga dengan covid. Semisal saya benar covid, saya paling takut kalau nularin orang tua saya, suami saya, dan tentunya baby saya yang masih kecil. Yang bikin stress itu adalah kalau misalnya saya bener-bener nularin mereka bukan saya stress karena saya kena covid huhu~ 

Okay, setelah berunding sama suami akhirnya saya besok pagi memutuskan untuk swab test antigen. Malamnya saya gak karuan tidur, karena saya ada feeling juga kalau saya covid, terlebih mertua saya memang positif covid-19. Saya ga tau pasti siapa yang duluan menularkan atau ketularan dari siapa, bisa jadi mungkin dari mertua saya, atau dari si A temannya suami saya, atau suami saya yang tanpa gejala justru jadi carrier, atau mungkin orang lain yang gak saya sadar? Jujur, sampai sekarang ini masih bikin penasaran saya, walaupun dugaan yang paling kuat berdasarkan pendapat saya & suami adalah ketularan dari mertua saya, karena mertua saya yang memang duluan punya gejala, at least sebelum suami saya ketemu temannya si A yang positif covid-19. 

***

Berbarengan dengan itu, baby saya hari sabtunya tanggal 20 Februari sempat ada demam, sebenarnya dia mulai hangat gitu pas jumat malamnya & baby saya semaleman agak rewel dan ga nyenyak tidurnya. Pikiran saya waktu itu kayak terbagi, was-was dengan covid, dan was-was karena baby saya ada demam juga. Beruntung, baby saya keesokan harinya sudah ga demam lagi & kondisinya membaik setelah sempat saya kasih paracetamol ya, saya masih ragu juga antara demam karena mau tumbuh gigi atau memang waktu itu baby saya kemasukan virus covid, karena saya liat-liat kasus covid pada balita itu jarang banget, dan anak demam itu bisa berarti tanda bahwa sistem imunnya sedang bekerja melawan virus. Anggapannya kayak abis imunisasi gitu loh hehe~   

Karena baby saya sudah membaik dan normal, ga ada demam lagi, saya masih belum bisa tenang sepenuhnya karena saya belum swab test antigen dikarenakan labnya tutup jadi harus nunggu hari senin. Seenggaknya, melihat baby saya yang udah sehat, udah cukup bikin saya lega. Walaupun banyak yang bilang imun anak-anak itu bagus & lebih tahan covid, tapi saya sempet khawatir juga kalau semisal benar anak saya kena covid. Mau disuruh antigen pun juga saya ga tega liatnya, jadi saya lebih memilih sabar kalau memang anak saya normal, aktif, ga ada sakit/gejala, saya yakin dia baik-baik saja. 

Bdw, 2 hari sebelum swab test antigen, saya sempat ada mimisan, kurang tau kenapa, ntah efek minum obat atau hal lain, saya juga ga tau, tapi sejauh ini baik-baik saja & tidak apa-apa. Hari senin tanggal 22 Februari, saya pergi untuk swab test antigen di Lab dr.Tony, kenapa pilihnya di dr.Tony? Karena memang disini yang paling nyaman, ga gitu banyak antrian, dekat dengan rumah saya, dan hasilnya udah bisa diambil setelah 2 jam. Setelah menunggu 2 jam, hasil swab test antigen saya dinyatakan Positif Covid-19. Dari situ, saya langsung memutuskan untuk isolasi mandiri setelah berkonsul dengan dokter via chat dan dikasih resep obat, in case gejala saya ringan, ga ada demam, badan rasa normal, cuma hilang penciuman & batuk. 


Ibaratnya saya mau jalan ke mall pun ya pasti dibolehin masuk karena memang ga demam, dari sini saya mikir "Oh, mungkin ini sebab pandemi ga beres-beres, ya karena banyak orang diluar sana yang mungkin ga tau mereka positif, males untuk cek kalau ada batuk, atau mereka tau positif tapi memang ngerasa sehat terus bosen dirumah jadi mau jalan-jalan tanpa mikirin orang lain, that's why covid ini cepat nyebar, even saya yang ga kemana-mana, maskeran terus, sanitize all stuffs dll, tetap bisa kena covid, walaupun saya tertularnya mungkin dari cluster keluarga ya hehe~ 

***

Selama menjalani isoman, jujur mental saya kayak diuji haha, kayak dijauhkan dari suami, anak, dan orang tua. It's okay, but saya yakin ini pasti berlalu, dan saya bisa sembuh seperti sedia kala. I think, support dari orang terdekat itu memang membantu banget untuk move dari pikiran negatif, kesehatan mental jauh lebih baik, dan mindset yang benar. 

Apakah saya pisah kamar dengan suami atau anak-anak selama isoman? Jawabannya Tidak, tapi tetap dengan protokol ya, kami pisah kasur, wearing mask, bicara seperlunya aja, jaga jarak, tidak bersentuhan, saya juga nyalain humidifier, sanitize every time, malah hampir tiap stengah jam, cuci tangan udah kaya tiap menit, kalau makan gantian, dan habis saya makan langsung saya cuci steril piring & peralatannya, pakaian dll pun juga dipisah, sebelum nyuci ya di sanitize dengan rendam air panas dulu. 

Suami sama anak saya juga konsumsi vitamin, kalau suami konsumsinya vitamin C & D3, sedangkan baby saya konsumsi Sambucol ya yang khusus buat anak 1 tahun ke atas. Intinya saya ga mau yang terlalu stress sampai musti pisah kamar, pakai APD, dan ga ketemu sama sekali, bukannya malah kepikiran & ga bisa tidur ga sih? Justru guna mempercepat penyembuhan covid itu kuncinya less stress & ga banyak pikiran kan? Kebetulan suami saya juga ga keberatan kalau masih sekamar, karena ya anggapan suami saya, toh sebelum tau saya positif ya kita memang sudah ada kontak juga sebelumnya, lebih tepatnya sejak imlek kemarin. 

Malah kadang saya heran, suami saya yang sering kontak dengan saya & sekamar sama saya selama isoman, even ga pakai APD yang super lengkap seperti perawat di garda depan, bisa-bisanya sampai sekarang saya menuliskan posting ini masih negatif? Saya ga habis pikir juga, ntah mungkin suami saya punya imun yang bagus atau apa, saya ga tau pasti, cuma memang suami menjalankan protokol ya, jadi jangan malas juga untuk sekedar cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, karena ya memang membantu mengurangi penyebaran covid. 

Yang ngerawat anak saya siapa? Ya saya sendiri lah, wong saya ibunya! Tapi tetap saya ga pernah lepas masker kalau lagi sama anak saya, mau bikin susu, mau masak, mau cuci piring, tetap pakai masker, dan saya lepas masker hanya saat makan atau minum obat saja, bahkan saya pernah ketiduran dengan masih menggunakan masker. Besoknya setelah bangun, dada saya agak terasa sesak, pikiran saya semacam meraba-raba ini sesak memang karena kelupaan lepas masker saat tidur, atau memang sesak karena covidnya? Serem deh, kayak udah covid terus tersugesti aja jadi sesak nafas, hmm untungnya beberapa lama kemudian udah ga sesak lagi & bernafas seperti biasa. 

So, tetap jangan lupa pakai masker, tapi jangan sampai juga kelupaan lepas masker saat tidur seperti saya, karena tentu bisa membahayakan kesehatan. Kalau kata suami semisal anak saya gtm, ya udah ga usah pusing, kasih susu aja/apa yang dia mau aja. Intinya, suami saya juga support biar saya ga stress karena anak ga mau makan. Yang mandiin anak saya siapa? Ya saya juga, cuma memang dia lebih banyak spend times sama suami ya kalau kaya main & minum susu. 

Urusan makan & beli obat gimana? Ya tentu suami saya yang belikan, kadang mamah saya kirim makanan ke rumah saya, dan koko saya juga ada kirim beberapa vitamin & suplemen untuk saya. Walaupun sebenarnya ga enak banget ya kayak ngerepotin mereka gitu, tapi jujur, saya merasa lebih better ya, karena memang keluarga, orang tua, sodara, juga ikut mensupport, bukannya kaya ngucilin gitu. How blessed I am, right?😉

***

Nah, berikut beberapa obat/suplemen yang saya konsumsi selama covid isoman, psstt ini bukan promosi atau apa ya, tapi memang saya mau share aja biar jelas, dan ga ada yang ditutup-tutupi hehe~ 

Obat yang saya minum beberapa hari sebelum tau positif covid, mostly obat luaran aja: 

1. Panadol Flu & Batuk (plus paracetamol) 

2. Amoxan (antibiotik) 

3. Zistic (antibiotik untuk flu & batuk, tapi sama dengan obat mertua saya yang positif covid) 

4. IMBOOST Force (yang FORCE ya, bukan yang biasa hehe)

Obat dari resep dokter ada 4 macam

1. Fluvir (Anti-Virus Covid-19) dosis 3x sehari 1 kapsul

2. Longatin (Obat batuk, karena saya ada gejala batuk)  dosis 2x sehari 1 kapsul

3. Telfast (Untuk pilek/mencegah alergi/demam) dosis 1x sehari 1 tablet

4. Maxprinol (Anti Virus/Imunitas/Daya tahan tubuh) dosis 3x sehari 1 tablet 

Suplemen/Multivitamin tambahan yang saya konsumsi: 

1. Clover Honey (1 sendok teh dilarutkan dengan air putih, dosis 1x sehari)

2. Lianhua Qingwen (4 kapsul sekali minum, dosis 3x sehari) 

3. Propoelix (1 kapsul, dosis 1x sehari)

4. Brands Saripati Ayam (Ga minum ini tiap hari, tapi selang 2 hari sekali 1 botol langsung habiskan,        kalau saya minumnya pas perut kosong di pagi hari)

5. Blackmores Vit D3 1000IU (Selama 14 hari pertama isoman, dosis saya 3 kapsul 1x sehari, kalau          normal cukup 1 kapsul sehari)

6. Blackmores Bio C 1000mg (Vitamin C 1x sehari) 

7. Zegavit tablet (Multivitamin & Zink, dosis tablet 1x sehari) 

***

Menurut saya, obat yang berfungsi mengatasi covidnya itu adalah si Fluvir yang di resepkan dokter saya, kalau mertua saya di resepin nya Avigan. Kadang minum obat banyak setiap hari gini ya cukup bikin jenuh juga sih, belum lagi efek samping dari obat-obatan ini adalah bikin saya mual, tiap selesai makan pasti mual & kadang bisa terasa lesu. Rasa makanan juga cenderung asin yang bikin saya ga nafsu makan beberapa hari. 

Selain vitamin di atas tadi, saya juga rutin konsumsi air jahe yang dicampur kayu manis, yang bikinin mamah saya ya, karena saya ga bisa repot-repot seduh/masak, terus saya juga ada konsumsi air perasan jeruk nipis yang saya campur sedikit garam, dan saya juga sempat minum Bear Brands atau susu beruang. Intinya apa yang masuk ke tubuh saya waktu itu, harus benar-benar yang berkhasiat & bermanfaat untuk proses penyembuhan saya. 

Menu makanan pun harus yang bergizi ya, agar tubuh punya nutrisi yang cukup untuk melawan virus. Untuk minuman saya juga minumnya air putih hangat, ntah makan nasi, kue, vitamin/obat, semuanya dengan air putih hangat, dan ga pernah minum es sama sekali. Terlebih, saya juga menghindari makanan yang manis-manis atau terlalu berbumbu (micin) selama isoman. Masalah diet, untuk sementara memang ga bisa diet ya karena memang pasien covid diharuskan banyak makan, minum, buah-buahan, sayuran, protein, pokoknya mesti banyak asupannya, biar kita bisa kuat untuk melawan virus. Saya yang biasanya pagi ga pernah makan berat pun, mau ga mau harus makan, jadi ya biar ada tenaga untuk kesembuhan & jadwal makan saya jadinya 3x sehari selama isoman. 

Bisa dibilang hampir ga pernah menikmati makanan selama isoman, karena makanan yang kita makan tuh akan dipakai untuk kerja obat guna melawan virus. Saya berpikir, tubuh saya 24 jam isinya obat-obatan, vitamin, minumal herbal, dll yang mana semuanya memang berfokus untuk melawan covid-19. Satu lagi yang penting adalah pasien covid harus cukup istirahat, kalau bisa tidur siang ya tidur siang, kalau saya ga tidur siang karena kadang ada yang dikerjakan, terkecuali memang tubuh saya memberi sinyal lelah ya, barulah saya bisa tidur siang. 

***

Treatment lain yang saya lakukan selama covid yakni pakai masker medis yang ditetesin minyak kayu putih, gunanya ya buat ngetes penciuman aja, udah normal atau belum. Selain itu, saya juga rutin berkumur dengan Betadine Mouthwash & Gargle, plus sering-sering mencuci hidung. Cara mencucinya cukup gampang, jadi saya beli jarum suntikan khusus buat hidung, suntikannya saya isi cairan infus, dan jarumnya saya cabut, lalu tinggal masukan ke lubang hidung sambil di tekan biar air infusnya keluar untuk membersihkan hidung. 

Rutinitas lain selama isoman 14 hari adalah berjemur, kalau saya sih ga tiap hari ya, tapi seminggu ada sekitar 3x. Berjemur penting karena biar kita ga kekurangan vitamin D & efektif meningkatkan kekebalan tubuh. Setelah berjemur, biasanya tubuh kita mengeluarkan keringat juga, yang mana juga membantu tubuh kita terasa lebih fit, mood lebih bagus, dan meningkatkan kualitas tidur. That's why yang kena covid rata-rata disarankan untuk berjemur, karena ya memang bagus & membuat pasien covid lebih relax. Saya juga berpikir kalau lagi isoman gini, kayaknya saya tuh ga sendiri, karena pas pandemi ini pasti banyak juga orang diluar sana yang mungkin lagi positif & sedang isoman seperti saya. 

***

Tak terasa 14 hari sudah berlalu sejak dinyatakan Positif Covid-19, dimana saya sudah tidak isoman lagi karena kondisi saya sudah membaik & tidak ada gejala lagi. Membaik belum tentu sudah negatif ya, jadi saya belum bisa jalan-jalan atau keluar rumah, bawaannya masih was-was & takut nularin orang sekitar. Saya merasa membaik karena saya sudah mulai bisa mencium dengan jelas, sudah tidak batuk lagi, & indra perasa saya sudah normal tidak merasakan asin lagi dari suatu masakan.

Setelah seminggu isoman, mamah saya ada kirim masakan ayam saus lemon gitu, dan ketika saya icip ternyata rasanya agak asam & ada kecut-kecut pahit dari saus lemonnya. Sampai disini, mungkin mamah saya pengen ngetes saya, apakah saya udah bisa merasakan makanan sebagaimana normalnya, dan ternyata ya memang saya sudah mulai merasakan nikmatnya makanan & nafsu makan pun sudah membaik seperti biasanya.  

Karena belum swab test antigen yang ke 2x setelah isoman, jadi saya mengisolasi lagi selama 14 hari untuk tau apakah memang sudah normal semuanya & ga ada gejala/keluhan lagi, agar saat saya test nantinya memang benar-benar negatif. Jadi totalnya ada sebulan untuk saya isoman, yang bener-bener ga keluar rumah & ketemu orang, di rumah pun juga saya tetap pakai masker. So, jangan karena kita ngerasa udah positif terus sembuh, lalu kita bebas ga menjalankan protokol ya, it's big no! 

Setelah sebulan isoman, tibalah saat untuk swab test antigen yang ke 2x untuk memastikan kalau memang sudah negatif, karena saya pun udah merasa normal & sehat ya. Bahkan, 2 minggu setelah isoman dari dinyatakan positif pun, gejala sudah tidak ada lagi, cuma saya memang menunggu lagi karena saya juga tidak ada keperluan mendesak yang harus pergi atau keluar gitu, melainkan hanya dirumah saja, terlebih kondisi sudah merasa baik sepenuhnya. 

Namun, tiba-tiba saya tidak jadi melakukan swab test antigen lagi karena mertua saya sempat ingin tes lagi setelah sebulan isoman seperti saya dengan rasa baik & tidak ada gejala/keluhan lagi, ternyata malah di tolak, sama seperti mamahnya teman suami saya si A yang juga di tolak untuk tes kembali setelah isoman apabila memang sudah dirasa sembuh & tidak ada gejala/keluhan lagi. 

Kata petugas kesehatannya, bila sudah isoman selama sebulan terhitung dari pertama kali dinyatakan positif, dan sudah mendapatkan obat serta penanganan yang tepat, terlebih pasien sudah merasa normal,  sehat & tidak ada gejala/keluhan lagi, maka bisa dipastikan virus sudah tidak bisa menularkan orang lain lagi atau antibodinya sudah terbentuk. Akhirnya, saya pun juga tidak test lagi ya mengingat kata petugasnya pun begitu & saya pikir juga uang untuk testnya bisa dipakai untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat seperti dibelikan vitamin atau produk kesehatan lainnya untuk imunitas. Walaupun, sebenarnya saya masih penasaran & ingin banget untuk swab test antigen yang ke 2x setelah dinyatakan positif. 

Tau sendiri lah ya, vitamin, obat, suplemen yang dikonsumsi selama covid ini jujur ga ada yang murah menurut saya, belum lagi biaya test, perintilan dll. So, kalau kita memang ga berkepentingan sebaiknya tetap di rumah, karena walaupun kita masih keluar rumah & ada beraktifitas di luar, ya kemungkinan tertular covidnya masih ada, even kita yang gak ke tempat ramai/kerumunan. Tetap jalankan protokol kesehatan, terlebih ingat juga orang tua & keluarga di rumah, semoga pandemi ini bisa berlalu & proses vaksinasi di Indonesia juga berjalan dengan baik. 

Untuk yang tanya, Gimana sekarang kondisi keluarga atau saudara lain yang sempat pernah kontak juga? Syukurnya keluarga saya yang lain sampai sekarang belum terinfeksi ya terhitung dari waktu pertama kali kontak, dan papah mamah saya pun juga bersyukur karena tidak tertular dari saya & masih sehat, suami dan anak saya pun sekarang juga sehat. Mertua dan papahnya suami pun juga sudah sembut & sehat seperti biasanya. 

That's it, semoga postingan ini bisa mencerahkan sedikit, dan untuk kalian yang sedang positif juga, jangan putus asa, yakin sembuh, dan tetap semangat. Stay safe & healthy :)





You May Also Like

0 komentar

Thankyou for visiting my blog :) Don't forget to click notify me, if you want to comment this post and I will reply it soon ^^

PENTING!!! Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup saat berkomentar. Komentar yang berisi link hidup, spam, promosi & jualan akan di hapus. Thankyou